Kamis, 05 Februari 2015

Nice Now, Nice Next, Nice Place. Aku pengen go anywhere.. lepaskan penat

ketika lenteraku redup
aku tak mengerti mengapa lenteraku seringkali redup akhir-akhir ini
aku ingin menghibur diriku sendiri
siluet senja.
aku ingin pergi ke sana....ah.
ya Allah kenapa berat ?? untuk meninggalkan kebiasaan2ku menonton film, menyanyikan lagu2, dan jarang membaca serta menghafal Al-Qur'an. hiks..hiks..
padahal cita-cita termulia adalah menjadi anak shalihah, ahli ibadah, dan hafidzah.
oh... astaghfirullahal'adzim...
refresh otakku dg memandang tempat2 yg ingin kukunjungi






 

baiklah. aku ingin menatapmu, menghayatimu dan berusaha mendekatimu dg giat belajar dan bekerja dari sekarang.
kata seorang yang tiba-tiba mendapatkan kesempatan luar biasa untuk bisa ke Mekkah,, harus slalu Allah..Allah dan Allah yang diingat.

Alhamdulillah,, panggilan Bu Guru sekarang bukan sekedar mimpi atau hanya kiasan bagiku.
suatu saat Kepala sekolah tempat ku ppl kemarin datang ke rumah, memitaku untuk mengajar di SMAnya.
Alhamdulillah........

tak ada lagi alasan untukku kini meninggalkan semua kebiasaa2 burukku.
tak ada lagi alasan,, bila masih saja beralasan maka panggilan Bu Gurumu itu hanya sekedar panggilan tanpa arti. Astaghfirullah....






Ya Allah jauhkanlah aku dari kemunafikan diri, jauhkanlah aku dari hati yang keras, lembutkanlah hatiku ya Allah... yang mampu menangis tatkala mengingat dosa-dosaku, mengingat mati, surga dan neraka..

aku ingin pergi ke suatu tempat bersama orang-orang yang ku cintai.
Refreshh my mind.
Refresh my heart
Refresh my self

Menikmati travelling life, sambil menikmati keindahan alam ciptaan-NYA.








Bismillah.... Semangat Nykripsi dulu,, nanti baru berkunjung.
Bismillah...... :) :) ;)

Kamis, 22 Januari 2015

Gersang



Malam yang gersang. Meski di luar tanah sedang senang dilimpahi hujan lebat. Namun di sini, di dalam kamar kini kurasakan gersang dalam diriku sendiri. Ku biarkan diriku tenggelam mengenali siapa sebenarnya diriku. Agar kemunafikan tak menggerogoti keimananku. Aku beriman, apakah hanya sesaat ketika aku mengetik bahwa “aku beriman” ataukah memang itu mampu aku buktikan? entahlah. Iman meliputi hati, perkataan dan perbuatan. Hati dan perkataan mungkin sudah aku tunaikan setulus-tulusnya.. namun, untuk perbuatan,, sudahkah aku menunaikan segala yang DIA Pinta?? Entahlah. Masih ada sesuatu yang membuatku masih merasa kotor, hingga jiwa ragaku masih merasa gersang.

Kubiarkan diriku mengenal diriku sendiri, apa yang sebenarnya terjadi pada diri ini. Mengapa aku begitu menginginkan suatu keinginan yang tak kumengerti. Ku berikan kata hatiku dan jiwaku berlabuh menggapai sebuah jalan yang memang masih buntu. Mungkinkah karena diri yang terlalu kotor sehingga malu untuk bertemu Tuhannya lalu mendamba cinta pada sesama hamba yang penuh dengan kekhilafan pula ataukah karena nurani dan hati ini yang sudah tertutup oleh dusta?? Aku pun tak tau.

Kubiarkan diriku mengenal diriku sendiri… kenapa aku masih kurang dan kurang sementara limpahan Rahmat dan Kasih sayang-Nya tiada tara… sungguh. Ada apa denganku? Kenapa aku begini? Masih tersisa kah dendam dihati, atau secerca kebencian, kelicikan atau kedustaan??. Lalu apa arti syahadatku selama ini?. Betulkah aku sudah mencintai-NYA sepenuh hatiku? Jika iya, mengapa belum sepenuhnya apa yang DIA perintah dan larang aku penuhi? Bukankah seorang pecinta akan selalu dengan senang hati menuruti apa diminta oleh yang dicintainya? mengapa aku mendambakan juga cinta dunia yang melenakanku? Mengapa aku? Owh….gersang. sungguh aku merasa diriku gersang. Siramlah air kesejukan dijiwaku Tuhan…. Aku membutuhkan-MU.

Kubiarkan aku berlabuh mengenali diriku. Apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya kucari. Hartakah? Tahtakah?Cintakah? Atau bahagiakah?. Apakah aku sudah menjadi diriku sendiri? Ataukah aku masih tabu akan diriku sendiri?
Biarlah… aku. Menapaki langkah-langkah pasti untuk menyelesaikan studiku mesti melawan gersang dalam jiwaku. Aku harus menghadapi dan melakukan apa yang ada di depan mataku. Karena aku tak pernah memiliki waktu, hanya ingin terus berbuat untuk kedua orang tua dan orang2 tercinta dan terdekatku. Mungkin merindukan atau mencintai serta benci pada seseorang di dunia ini hanyalah sekedar cobaan bagi setiap nurani yang merindukan cinta sejati nan hakiki. Allah yang menciptakan rasa dan telah mentakdirkan semua ini. Alhamdulillah fii kulli hallin.

Janganlah merasa berat sebelum kamu melakukan. Sesungguhnya hati yang bersih dan jiwa yang suci akan membuatmu nyaman melakukan sebuah kewajiban. Maka sekarang kubiarkan aku berlabuh mengenali diriku yang sesungguhnya.. bila memang jiwaku masih dipenuhi noda-noda.. biarkan dzikirku pikirku dan imanku serta doa2 penuh pinta ampunan pada-NYA bisa membersihkannya… saat ini aku masih mencarinya. Menghamba menemui ruh diriku yang masih diliputi sifat kemunafikan ini. Aku ingin mencerca diriku bila memang diriku masih munafik, menyelidik kenapa demikian hingga menemui muara jalan untuk membersihkannya. Ya Allah permudah langkahku…
 Agar aku bisa merasakan genangan air mata yang sudah lama kering kerontang,, gersang tak berarti.
Aku ingin menangis Tuhan…..
Jauhkanlah aku dari kemunafikan, kejahatan serta kedzoliman terhadap diriku sendiri. Jauhkanlah aku dari ke-pura-puraan tegarku yang menyiksa batinku selama ini. Ijinkan aku jadi pribadi yang jujur,, sejujur-jujurnya, anggun bermoral, cerdas, dan berhati lembut berhati lembut berhati lembut  ya Robbi….
Allah, Allah, Allah,, allahummashalli’ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad.


Di malam penuh bintang
Di atas sajadah yang kubentang
Sendu sedan sendiri mengadu pada yang Maha Kuasa
Betapa naïf diriku ini hidup tanpa ingat pada-MU
Urat nadipun tau aku hampa……..

Di malam penuh bintang di
Di bawah sinar bulan purnama
Kupasrahkan semua keluh dan kesah yang aku rasa
Sesak dadaku menangis pilu saat kuurai dosa- dosaku
Dihadapan-MU ku tiada artinya..

Doa Qalbu tak bisa aku bendung
Deras bak hujan di gurun sahara
Hatiku yang gersang…………………
Terasa oh tentram
Hanya ENGKAU yang tau siapa aku
Tetapkanlah seperti malam mini
Sucikan diriku.. selama-lamanya.

Debu dan manusia



dari apa yang saya pikirkan, untuk menasehati diri sendiri dan juga semoga menjadi inspirasi bagi siapapun yang “mau-maunya” membaca tulisan saya
 .
Bagaikan debu jalanan yang tertiup angin
Seperti apa hidupnya seorang anak manusia,, ia tak terlihat dari mata seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawatnya di atas awan. Bagaimanapun seorang anak manusia hidup,, ia tak terlihat antar manusia lain yang berada di tempat yang berbeda namun setiap hati dan jiwa seorang anak manusia dapat terlihat dari Ars-nya ALLAH. ALLAHUAKBAR!!
Ketika seorang anak manusia  bertanya……
Mengapa harus ada harapan bila akhirnya hanya hilang ?
Mengapa harus datang bila akhirnya hanya pergi takkan kembali ?
Mengapa pernah ada bila akhirnya tiada ?
Lalu untuk apa ada-nya itu untuk ketiadaan ?
Untuk apa konkrit bila akhirnya hanya abstrak ?
Semua pertanyaan diatas sepertihalnya menanyakan mengapa ada kehidupan bila akhirnya berujung pada kematian? atau seperti halnya lirik lagu shela on seven yang berbunyi “mengapa ada sang hitam,, bila putih menyenangkan….?”
Pertanyaan konyol tentang kehidupan…kemudian ditemukanlah jawaban klasik yang memang begitulah adanya…
Semua hal yang terjadi sudah menjadi kehendak-NYA. Terkadang memang tak sesuai dengan harapan, terkadang memang berat menghadapi kenyataan, namun itulah… dari masalah kita belajar untuk menjadi tangguh. Kita tumbuh bersama pengalaman. Sabar dan menerima keadaan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Bisa jadi,, itulah cara-NYA mendekatkan seorang hamba pada SANG KUASA.
Kemudian renungkanlah…. Betapa MAHA BESARnya ALLAH…! Betapa MAHA KUASAnya ALLAH…! Semua yang telah terjadi atas scenario dari Allah. Betapa kecilnya manusia di hadapan-NYA?? Betapa ia tak memiliki apa-apa… Ketika harapan tak sesuai dengan kenyataan… ketika terjatuh dan sulit untuk bangkit… ,,ketika resah tak bertepi menerpa … apa yang dirasakan manusia? Sedih… seperti tak ada lagi arti ia hidup. Kesedihan …yang sungguh bila ditelusuri lebih lanjut itu tak mengurangi sedikitpun dari KEKUASAAN ALLAH..! justru apabila manusia tenggelam dalam keterpurukan hanya akan merugikan dirinya sendiri….
Bila tak ada hitam,, kita takkan mengerti indahnya putih. Bila tak ada hujan dan indahnya sinar mentari maka takkan tercipta pelangi. Begitupun kehidupan. Apabila tak ada kesedihan kita takkan bisa menikmati indahnya kebahagiaan.
Tiap daun yang jatuh adalah atas kehendak-NYA,, telah tertulis dalam lauh mahfudz. Padahal ada ber-milyar pohon di dunia ini yang setiap detik daunnya berjatuhan. Tiap jiwa yang bernafas juga atas kuasa-NYA. Padahal ada ber-triliun manusia di dunia ini yang tiap detiknya bernafas….. ini baru di BUMI. Sedangkan dibanding planet lain, bumi sangat kecil.. dibanding matahari bumi hampir tak terlihat diantara galaksi bumi sangat kecil padahal masih banyak galaksi lainnya yang belum di jangkau oleh pengetahuan manusia. SUBHANALLOH ! ALLOHUAKBAR ! ya.. mungkin manusia hanyalah seperti debu. Bahkan lebih kecil dari sekedar debu.
“Astaghfirullohala’dzim… semua ini milik-MU,,, aku adalah milik-MU, perjalanan hidupku adalah atas kehendak-MU. Aku hanyalah seperti debu yang menjalankan skenario kehidupan……..kemudian mati. Aku tau Engkau MAHA KUASA maka aku MEMINTA ya ALLAH… hilangkan kesedihan dihatiku. Berilah kebahagiaan yang menentramkan hati dan jiwaku selamanya…………. HIDUP MATIKU HANYALAH UNTUKMU“ amiin.
BETAPA MAHA BESARNYA ALLAH atas seluruh hidup dan kehidupan. Lalu bukankah sangat mudah bagi-NYA untuk mensukseskan seorang anak manusia?? Sangat mudah bagi-NYA untuk menjadikan hidup umat muslim Berjaya. Sangat mudah bagi-NYA untuk menunjukkan jalan yang lurus bagi manusia … bukankah semua sudah ada,, manusia tinggal berusaha menggapai dan meminta pada-NYA? Begitulah seharusnya.. Allah sesuai dengan prasangka hamba-NYA. Maka memantaskan diri dengan mentaati-NYA agar hidup selalu berprasangka baik dan sesuai dengan keoptomisan hidup adalah jawabannya… jawaban untuk berhenti menyesali apa yang telah terjadi. Jawaban untuk selalu bangkit dari segala keadaan..... karena bangkit itu tak ada. Tak ada kata menyerah untuk trus berusaha.  
Mungkin manusia seperti debu.. dan bahkan lebih kecil dari debu. Namun manusia bukanlah debu. Manusia bisa lebih me-layak-kan diri untuk bertemu dengan-NYA. Dengan mentaati-NYA,,dengan terus berusaha agar tidak seperti debu yang mudah terombang-ambingkan oleh angin kehidupan.

Rabu, 07 Januari 2015

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana



aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada” 




― Sapardi Djoko Damono

Kamis, 01 Januari 2015

Untuk Kita Renungkan versi-ku

Katanya setiap pilihan ada konsekuensinya bahkan ketika tak memilih sama sekali pun ada konsekuensinya. Tapi terkadang kita tak mampu berkonsekuensi atas suatu pilihan sendiri dan konsekuensi menjadi seorang muslimin atau muslimat yang lebih sering dilupa. Entah disadari atau tidak,, dinamika-dinamika kehidupanlah yang membuat kita lupa akan daratan. berenang dan menyelam mencari ikan-ikan yang lain. padahal sejatinya ikan itu sudah pasti. padahal sebenarnya untuk mengurai benang yang kusut cukup simple,, ikhtiar dan meminta petunjuk dari-Nya. Namun diri yang lemah akan terpaan membuatnya lupa diri.

Terkadang yang serius dianggap bercanda yang bercanda dianggap serius,, membuat komunikasi manusia tak sehat. benci dan rindu menjadi hal yang tak bisa dipungkiri,, namun lagi-lagi harus dilawan oleh ketakutan-ketakutan akan dosa. hanya bisa menjalaninya saja meski harus menelan bulat-bulat kata-kata bijak yang keluar dari seorang arjuna atau krisna gadungan yang pernah datang. Semua masih terpatri dalam ingatan yang terkadang menyiksa pikiran.

Ah. dunia,, setiap episode2 nya menawarkan pesona yang berbeda. barangkali pesona itu hanyalah sensasi dalam hidup yang apabila telah usai melewatinya kemudian bekal untuk menjadi lebih kuat yang tersisa. Bahkan tetesan-tetesan air mata, rasa sakit ataupun trauma.. hanya sekedar bagian dari "sendagurau" dunia.

Aku dan kau pun sama sama tau bahwa,, dunia ini ibarat "panggung sandiwara" yang pada saatnya nanti pasti akan tamat juga. Tapi aku hanyalah manusia biasa yang sedang hidup di dunia. manusia biasa yang memiliki nurani,, memiliki hati yang dengannya kepekaan akan apa-apa yang telah terjadi di dunia membuatku bisa "merasa" segala macam perasaan. Senang, sedih, suka, duka, bahagia.. cinta dan benci. Sehingga segala macam "rasa" itulah yang seringkali "menghipnotis" diri menjadi seperti lupa bahwa nafas akan terhenti.

Aku hanyalah manusia biasa,, yang memiliki akal pikiran terkadang dimabuk cinta dunia. Segala macam fasilitas dunia membuat kita seakan-akan "candu" pada materi berupa uang maupun benda-benda (gadget, tv, internet, dll). Penilaian sesama manusia memberi perhatian lebih banyak daripada penilaian Tuhan. Akuilah saja kawan, bahwa kita sudah lama di"jajah" hiasan-hiasan dunia yang sejatinya hanyalah semu.

"Kita musti telanjang, dan benar-benar bersih.. suci lahir dan di dalam batin. Tengoklah ke dalam sebelum bicara. Singkirkan debu yang masih melekat..hohoho"
barangkali lirik lagu ebiet ini cocok sama-sama 'untuk kita renungkan'..

 #Refleksi tak harus menunggu tahun baru. Refleksi itu setiap hari setiap saat.

Jumat, 19 Desember 2014

Perjalananku dalam ber-IMM

Kepalaku penat. Berputar-putar tak jelas arahnya. Sore itu, dikala siluet senja malu-malu menampakkan sinarnya. Hujan tlah reda, namun mendung masih menyelimuti langit. Semendung hatiku yang sedang parau. Ku duduk diantara mareka, para pembawa perubahan negeri ini pada acara lanjutan dari pada perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Follow-up DAD). Dari 50-an kader yang telah meng-ikrarkan janji, pada sore itu pengkaderan terlihat sangat kacau. Tak lebih dari 10 kader saja yang hadir. Sekacau pikiranku yang masih meraba-raba apa arti dari semua pengkaderan ini. Memikirkan suatu materi yang masih saja terasa asing bagiku, filsafat ke-Tuhan-an. 

Pemateri memaparkan suguhan realitas alam semesta, Allah, dan manusia. Menganalogikan adanya Tuhan dengan tentang adanya suatu benda. Kemudian konsep “Manunggaling kawula gusti”. Aku Pusing! Aku Tak Paham!. Pertanyaan demi pertanyaan dariku bertubi-tubi menghampiri sang pemateri. Dengan penuh kesabaran, ia menjawab semua pertanyaanku. Namun semakin aku bertanya semakin aku tak mengerti. Teman-temanku menertawakanku. “Sudahlah. Jangan bertanya lagi, anggap saja sudah paham”katanya. Hingga pada suatu pertanyaanku pemateri merasa kualahan untuk menjawabnya. Ia pun pamit menuju toilet.
“Hey, sudahlah. Kasihan kan pematerinya” Bisik salah seorang dari temanku. Aku hanya bisa tersenyum dengan sunggingan yang sedikit kupaksakan. Temanku pun melanjutkan celotehnya dengan yang lain. Entah membahas tentang apa yang membuat mereka terlihat “bahagia”, ketawa-ketiwi. Entahlah. Aku sedang tidak mood untuk bergurau.

Pikiranku melayang. Pandanganku menerawang ke langit-langit lantai dasar masjid kampus baruku ini. Aku hanyalah seorang anak manusia yang sama halnya dengan anak-anak muslim lainnya dari kampung biasa. Pernah mengalami masa-masa menjadi santri TPA. Pemikiranku tentang ke-haram-an ilmu filsafat ke-Tuhanan terbangun oleh penuturan ustadz-ustadz shalaf, guru ngajiku  di TPA selama bertahun-tahun. Hingga kini semua itu masih melekat kuat dalam sanubariku. Apakah aku salah dengan kebingunganku memahami filsafat ke-Tuhanan?

Awalku masuk di IMM, aku ingin menemukan pencerahan kembali dalam hidupku. Tapi kenapa malah membuatku bingung? pusing? Bahkan kecewa. Apa yang membuat mereka bertahan? Apa yang melatarbelakangi gerakan ini? Apa tujuannya? Mengapa demikian? Begini? Begitu? Bla… bla.. bla…na..na..na..na..

Dalam perjalananku ber-IMM,, sedikit demi sedikit aku mulai mengerti meski terkadang tak se-hati. Kecewaku, bukan berarti aku meninggalkannya. Tapi aku ingin terus memahaminya dalam langkahku mengikuti jejak-jejak perjalanan mulai DAD, Follow-up DAD, beberapa kepanitiaan acara, sebagai BPH di IMM Komisariat FAI hingga kini telah demisioner. Bagaimanapun juga IMM itu bagian dari Muhammadiyah, organisasi yang sekian lama aku kagumi.

Perjalanan yang cukup menarik untuk diulas kembali ternyata. Ketika ku membuka kembali catatan-catatan perjalananku itu….... semacam ada “Ghiroh” yang berbeda. Catatan-catatan itu membuka memoriku yang lalu, kemudian berkombinasi dengan hal-hal yang baru kupahami atau kuketahui sekarang. Semacam puzzle-puzzle yang tadinya masih berserakan tak teratur kemudian kususun-susun hingga hampir membentuk suatu konsep hidup yang lebih baik.

Semua orang menginginkan berada di jalan lurus untuk slalu beriman pada-NYA, mencintai-NYA, mentaati-NYA dan tuk menggapai surga-NYA. Semua orang menginginkan hidup bahagia dunia- akherat. Ketika kita merasa berada pada sebuah jalan untuk menuju kepada-NYA. Mengarungi sebuah samudra tuk menegakkah agama-NYA. Apakah kita benar-benar telah merasa bahwa itu adalah jalan yang lurus, jalan yang Allah ridhoi? Bila memang tlah merasa, namun pernahkah kita menelisik lebih dalam apakah cara yang kita gunakan itu benar-benar memenuhi persyaratan Tuhan bahwa itu adalah jalan yang lurus?

Pertanyaan seperti itulah yang sebenarnya membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi pada duniaku. Dunia baruku saat ku menginjakkan kaki pertamaku di kampus UMY 2011 silam. Tak ada yang kuminati selain mengambil jurusan PAI saat itu. Begitupun saat ini, tak pernah ku menyesalinya.
Menjalani sebuah keniscayaan aku berada di IMM. Ikatan ini benar-benar mengikatku membujukku untuk mengerti siapa Muhammadiyah yang sebenarnya. Membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya dicari. Kemudian yang terjadi adalah saya benar-benar mengaguminya. Saya jatuh cinta dengan caranya membumikan surat Al-Ma’un. Namanya begitu besar. Saya bersyukur bisa berada di UMY, bertemu dengan para pejuang-pejuang tangguh di IMM. Dari mereka aku belajar. Belajar untuk menjadi pembelajar sejati. Mereka memperkenalkan kepadaku tentang sikap terbuka, mengajariku tentang filsafat, mengajariku tentang perjuangan, tentang hidup sekali tapi belajar sampai mati, dan mengajariku bahwa dunia dakwah itulah muara realisasi dari segala ilmu.

IMM itu suatu organisasi pergerakan Muhammadiyah yang paling keren yang pernah mewarnai hariku. Disaat aku merasa tak berarti, merasa tak mampu menikmati duniaku sebagai mahasiswa, karena merasa harus bertanggung jawab juga sebagai aktivis rumahan ”IMM-lah yang membuatku merasa menjadi mahasiswa yang sebenarnya, sebagai aktivis kampus!”. Ada bingung dan marah saat awal mengenalnya, namun hal itulah yang membuat kita mencari untuk lebih tau lagi. Lewat mimpi-mimpi yang dirangkai bersama-sama dengan satu tujuan kejayaan yang sama bersama teman-teman perlahan aku mengerti. Lewat buku-buku bacaan tentang makna perubahan dan pembaharuan yang membuatku serasa lebih hidup berarti perlahan aku memahami.

Pergerakan ini adalah ladang ilmu, ladang amal, ladang ukhuwah. Bahkan, culture intelektual yang dibangun keren. Ada MIM, ada Trapol, ada MKM, ada sekolah Immawati, ada MPR, ada KaMuZ.
    Ada Baksos, ada IMM Mengajar ini adalah upaya jenius dalam marketing pahala. Ada berbagai jenis kegiatan perkaderan, kepemimpinan dan aksi-aksi social-politik  yang tentunya merupakan upaya menjadikan kader sebagai aktor perubahan, bukan hanya penonton.
Drs. Mohammad djazman Alkindi dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa identitas IMM yaitu :
⦁     Sebagai kader, didukung oleh kualitas;
⦁    Memadukan aqidah dengan intelektualitas
⦁    Tertib dalam ibadah
⦁    Tekun belajar
⦁    Ilmu amaliah, amal ilmiah
⦁    Untuk kepentingan masyarakat
    Mengambil kalimat dari drs. Mohammad djazman Alkindi bahwa diantara identitas IMM adalah memadukan antara aqidah dan intelektual.  Demi perjuangan untuk Kejayaan islam yang selama ini dirindu, ini adalah suatu konsep luar biasa yang pengalamannya dapat kualami secara langsung di IMM.

Tak terasa hampir 3 tahun perjalananku di IMM. Pertanyaan pun muncul, apa saja yang telah ditemukan?? Bukan apa yang telah didapatkan karena dalam ber-IMM yang ada hanya mencari dan memberi. Ibarat suatu ladang, ia bisa ditanami tanaman apapun sesuai yang diinginkan, dengan pupuk dan air yang harus disiramkan setiap hari. Tanaman tumbuh berkembang dan bergerak sesuai dengan tingkat kemauannya untuk mencari cahaya. Ibarat pohon di tengah hutan, semakin cepat tumbuh semakin besar kesempatannya untuk melihat matahari dan semakin banyak buah yang dihasilkan untuk bermanfaat bagi yang lain.
Alhamdulillah purna sudah kiprahku di IMM. aku tak ingin melanjutkannya lagi, karena masih banyak agenda menanti sebagai aktivis "rumahan". Sebab kefokusan dalam pencapaian sebuah target terkadang harus sedikit egois. maafkan aku kawan... kurasa, kalian sudah cukup luar biasa untuk memberi warna di IMM, untuk berjuang di sana tanpaku. aku melihat, mendengar dan mendukungmu tapi tak harus berada di garda terdepan bukan?.. ku pikir IMM merupakan kawasan orang-orang luar daerah sendiri untuk melanjutkan dan mengukir mimpi di IMM.

Namun kawan,, sebenarnya kita sama-sama berjuang hanya ada di tempat yang berbeda dan dalam hal yang berbeda pula. Meski jarak memisahkan kita, namun aku dan kita harus selalu mengingat tentang ABADI PERJUANGAN. Bahwa ketika demisioner sejatinya "amanah" sedang nyata ada di hadapan. Dan se-bagaimanapun kamu hidup di kampus, akhirnya di kampung pula kamu harus mengabdikan diri.

Jangan membunuh keingintahuan. Jangan membunuh rasa rindu. Karena dengan tau dan rindu, Kamu akan mengerti. Bagaimana kamu memanfaatkan waktumu. Dan inilah aku,, yang selalu merindukan Tuhan-ku.

"Komplikasi"

Sebuah ayat pengantar …. 
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada
 (QS. Al-Hajj :46)

                                                                          “Komplikasi”


“Tanah air adalah sebuah proyek yang kita tempuh bersama-sama, kau dan aku. Sebuah kemungkinan yang menyisngsing, sebuah cita-cita yang digayuh generasi demi generasi, sebuah impian yang kita jalani dengan tungkai kaki yang kadang capek dan kesadaran yang kadang tanpa focus. Tanah air adalah sebuah ruang masa kini yang kita arungi, karena ada harapan untuk kita kelak”(Goenawan Mohammad)

Kata Panji, masyarakat Indonesia itu bila ditawari antara uang atau pendidikan, kebanyakan akan memilih uang karena kebutuhan mendesak mereka itu uang.
Pembeli : “Bang beras 5 kilo berapa harganya Bang?
Penjual : “Tergantung..”
Pembeli : “Tergantung apa bang?”
Penjual : “Siapa Bapak Pendidikan di Indonesia?”
Bukankah ilustrasi diatas suatu hal yang mustahil?? Tentu membeli dengan uang bukan dengan Pendidikan. Masyarakat memang lebih mudah memahami dengan hal-hal yang bersifat kongrit dan langsung seperti uang, bukan dengan pendidikan. Namun yang tak masyarakat pahami bahwa dengan pendidikan seseorang dapat menghasilkan uang yang lebih dari pada harga 5 kilo beras atau bahkan berapapun uang yang ditawarkan. Bukankah begitu kawan?

Suatu ketika di senin pagi yang cerah, seperti biasa saya mengantar adik ke sekolah. Di perjalanan, saya melihat si alif kecil tengah berjualan Koran di lampu merah. Bukan hanya karena saya membutuhkan koran itu lalu saya tertarik untuk membeli, namun ini masalah nurani. Seandainya waktu lampu merah itu lebih lama saya ingin menanyakan banyak hal mengapa ia tak sekolah? Seandainya  waktu itu saya tidak harus bergegas ke kampus, saya ingin mengajari atau memberikan dukungan padanya untuk bersekolah. Seandainya saya punya banyak uang, saya ingin membeli semua korannya dan mengantarkannya ke sekolah. Pemandangan seperti itu tak hanya  1 atau 2. Ada jutaan alif kecil di negeri ini yang membutuhkan tangan-tangan dermawan untuk membantunya

Setiap hari saya melaju dari rumah ke kampus selama kurang lebih 20 menit. Di perjalanan, saya sering mengamati perubahan-perubahan di sekitar. Paling suka saya melihat pemandangan sawah. Saya memang orang desa, namun pemandangan yang paling disukai dari dulu sampai sekarang tetap sama, Sawah. Dan kini, sawah-sawah semakin lama semakin habis diganti oleh pemandangan beton-beton raksasa. Kompleks perumahan mewah milik para pejabat Negara dan perumahan toko yang mematikan perekonomian pasar masyarakat kecil. Mungkin memang menanam beton lebih cepat menghasilkan uang daripada menanam padi. Namun bukankah mereka bisa menanam beton karena makan padi??. Bukankah padi adalah kebutuhan primer masyarakat? Bagaimana hal yang primer dihancurkan oleh hal sekunder? Kenapa pemerintah tak memperhatikan sawah-sawahku??… Kudengar, Indonesia Impor Beras…*Ironis.

Padahal seingatku waktu SD pelajaran IPA mengatakan Indonesia adalah negara Agraris dan Maritim. Padahal seingatku waktu SMP pelajaran Geografi mengatakan Indonesia dilewati garis khatulistiwa. Padahal katanya Indonesia Negara paling kaya SDA-nya sampai-sampai sebuah lagu didendangkan “Bukan lautan, hanya kolam susu… kail dan jala cukup menghidupimu…, tiada topan tiada badai kau temui… ikan dan udang menghampiri dirimu. orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga. Kail dan jala cukup menghidupimu..” benarkah semua itu??

Suatu ketika saya mendengar kabar dari tetangga, oh ternyata teman semasa kecil saya dulu tengah hamil. Namun, tak tau siapa ayahnya. Tetangga saya yang lain juga, tengah dicari-cari keluarganya karena telah berbulan-bulan tak pulang. Kabarnya tengah bekerja sebagai pelayan laki-laki hidung belang. Awalnya saya tak percaya, namun beberapa hari kemudian saya sering berpas-pasan dengan mereka tengah mengenakan pakaian sangat seksi dan berdandan menor. Beberapa bulan kemudian saya melihat keduanya berboncengan, dengan menggendong seorang bayi.  Astaghfirullohal’adzim. Selanjutnya saya benar-benar mendapatkan cerita dari keluarganya sendiri. Padahal mereka teman-teman semasa kecil saya. Analisis yang paling bisa diketahui secara kasat mata, karena masalah ekonomi dan salah gaul. Bagaimana perasaanmu kawan bila melihat kenyataan pahit ada di depan mata kepalamu sendiri??

Sewaktu SMA saya mengikuti kegiatan KRR (Kesehatan Reprosuksi Remaja). Dalam beberapa waktu saya mengikuti event KRR se-Jogja. Betapa tertegun dan terkejutnya saya saat itu, melihat kenyataan daerah sendiri tengah terjangkit penyakit kritis “Krisis moral”. Narkoba, HIV/ Aids, Seks bebas. Bahkan bukan hanya dengan lain jenis, namun sesama jenis. Na’udzubillah.

Di sisi lain saya mendengar saat hari peduli HIV/Aids sedunia kemarin, di sebuah universitas  disarankan untuk memakai kondom, bahkan ada acara bagi-bagi alat itu secara Cuma-Cuma. Hei! seharusnya disarankan untuk melakukan dengan orang yang halal baginya, bukan tentang memakai alat pengaman itu? Bukankah awal kehancuran kaum nabi Luth dan kota pompei yang ditenggelamkan namun jasad dan kotanya masih abadi itu karena kebebasan dalam melakukan hubungan seks dan dengan hubungan sesama jenisnya??

Saya termasuk orang yang kagum pada kerukunan di Negara ini. Bhineka tunggal ika. Bila dibandingkan dengan Israel dan palestina, ataupun yang lainnya seharusnya kita bersyukur. Namun akhir-akhir ini saya meragukannya,, dalam sebuah artikel DW Indonesia disebutkan bahwa Konflik agama di seluruh dunia mencapai tingkat tertinggi dalam enam tahun terakhir, demikian hasil studi terbaru. Indonesia termasuk negara yg paling menderita akibat konflik agama
Kemarin saya mendengar ada pertikaian sengit antar golongan. Sampai-sampai jenazah seseorang tak dikuburkan akibat dari pertikaian itu. Apakah hanya karena perbedaan kemudian menghiraukan sisi kemanusiaan?. Di belahan tetangga lain, ada seorang ahli agama. Ia sering mengaji kesana kemari, pakaiannya syar’I luar biasa, namun ia tak pernah ikut ngurus masjid, apalagi TPA. Boro-boro berdakwah, menyapa tetangga saja jarang-jarang. Saya sering heran, se-individualis itukah?? Di belahan daerah lainnya pertikaian adu mulut sampai membuat ricuh antar desa karena perbedaan paham agama.
Terdengar ada pujian dari seorang menlu Italia, Franco Frattini  mengatakan “Indonesia bagaikan ‘Laboratorium antar Umat Beragama’ ”. Benarkah pujian itu??


Bagaimana dengan kita??
Kita dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang sama. Mulai dari ekonomi, social, moral, pendidikan, politik, budaya, agama, Negara. Hanya perhatian dan pengalaman hidup yang berbeda membuat pandangan yang tak sama. Namun sejatinya kita sama. Bahwa sama-sama berusaha untuk memecahkan segala permasalahan menuju sebuah kesejahteraan hidup bersama. Namun sayang, kita yang juga sama mendambakan kedamaian tak selalu berdamai pada diri dan orang lain untuk membuat jalan damai dalam memecahkan permasalahan. Bukan karena tak inginkan kedamaian, namun lebih tepatnya karena sifat ego dan nafsu diri yang tak terkendali membuat lupa akan nurani sehingga menjadi tak murni lagi.
“Lihat kawan..negara lain sudah menginjak Bulan! Bagaimana dengan Negara kita? Kenapa masih memperdebatkan untuk ‘mengintip  bulan’?!” 

Betapa “berat”nya beras, Betapa Kritisnya penyakit “Krisis Moral”,, Betapa..Oh Betapa… negeri ini telah terjangkit penyakit “Komplikasi” yang akut. Namun, apa yang telah kita lakukan??
Beruntung kawan,, kita berada pada sebuah pergerakan yang mendukung penuh untuk terus maju dan turut memajukan Negeri dengan membawa konsep islam sebagai Rahmatanlil’alamin. Saya sangat senang menjadi bagian dari keluarga besar ini, intelektual culture yang dibangun begitu keren. Diskusi, membaca buku dan mejelis-majelis ilmu. Kapan lagi kita akan merasakan iklim ilmu seperti itu,, selain di IMM? Kawan,, bagi kalian yang masih berkecimpung disana, manfaatkanlah waktumu sebaik mungkin untuk menggali dan terus menggali apa yang ingin diketahui. Karena pada akhirnya agenda kita adalah sama, tentang membuat solusi di tengah “gila”nya zaman.  Tentang memperbaiki penyakit  “Komplikasi”nya negeri ini mulai dari hal-hal terkecil yang bisa kita lakukan.

Apabila kamu mengatakan, kita harus ber”Fastabiqulkhairat” berlomba-lombalah dalam kebaikan,, “kebaikan” menurut siapa? Menurut kita sebagai sesama manusia atau menurut Dia Sang pencipta??.  Apakah jalan yang tengah kita tempuh sudah sesuai dengan cara menurut keridhoan-Nya sehingga layak disebut sebagai Shiraatalmustaqin?? 
Apabila kamu mengatakan kita harus “Menggapai kebahagiaan dunia akherat” . Namun adakah bahagia kita juga bahagia mereka saudara-saudari kita se-iman sehingga bahagia kita layak dipertanggungjawabkan di-hadapan-Nya untuk membawa bahagia pula di akherat??

So,, abadi perjuangan! Apabila telah menimang “demisioner” sejatinya perjuangan yang lebih nyata ada dihadapan. Kata pak Ahmad Dahlan “hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

“Proses adalah kenikmatan yang luar biasa ketika kita mampu bersyukur dengan jalan yang harus di tempuh, menapaki jejak-jejak mimpi bahagia tanpa batas”
“Jangan membunuh keingintahuan. Jangan membunuh rasa rindu. Karena dengan tau dan rindu, Kamu akan mengerti. Bagaimana kamu memanfaatkan waktumu. Dan inilah aku,, yang selalu merindukan-NYA”
“Keniscayaan ilmu berada pada jiwa-jiwa yang berteduh pada naungan Sang Maha Ilmu”
  (anja-pena)