Jumat, 19 Desember 2014

Perjalananku dalam ber-IMM

Kepalaku penat. Berputar-putar tak jelas arahnya. Sore itu, dikala siluet senja malu-malu menampakkan sinarnya. Hujan tlah reda, namun mendung masih menyelimuti langit. Semendung hatiku yang sedang parau. Ku duduk diantara mareka, para pembawa perubahan negeri ini pada acara lanjutan dari pada perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Follow-up DAD). Dari 50-an kader yang telah meng-ikrarkan janji, pada sore itu pengkaderan terlihat sangat kacau. Tak lebih dari 10 kader saja yang hadir. Sekacau pikiranku yang masih meraba-raba apa arti dari semua pengkaderan ini. Memikirkan suatu materi yang masih saja terasa asing bagiku, filsafat ke-Tuhan-an. 

Pemateri memaparkan suguhan realitas alam semesta, Allah, dan manusia. Menganalogikan adanya Tuhan dengan tentang adanya suatu benda. Kemudian konsep “Manunggaling kawula gusti”. Aku Pusing! Aku Tak Paham!. Pertanyaan demi pertanyaan dariku bertubi-tubi menghampiri sang pemateri. Dengan penuh kesabaran, ia menjawab semua pertanyaanku. Namun semakin aku bertanya semakin aku tak mengerti. Teman-temanku menertawakanku. “Sudahlah. Jangan bertanya lagi, anggap saja sudah paham”katanya. Hingga pada suatu pertanyaanku pemateri merasa kualahan untuk menjawabnya. Ia pun pamit menuju toilet.
“Hey, sudahlah. Kasihan kan pematerinya” Bisik salah seorang dari temanku. Aku hanya bisa tersenyum dengan sunggingan yang sedikit kupaksakan. Temanku pun melanjutkan celotehnya dengan yang lain. Entah membahas tentang apa yang membuat mereka terlihat “bahagia”, ketawa-ketiwi. Entahlah. Aku sedang tidak mood untuk bergurau.

Pikiranku melayang. Pandanganku menerawang ke langit-langit lantai dasar masjid kampus baruku ini. Aku hanyalah seorang anak manusia yang sama halnya dengan anak-anak muslim lainnya dari kampung biasa. Pernah mengalami masa-masa menjadi santri TPA. Pemikiranku tentang ke-haram-an ilmu filsafat ke-Tuhanan terbangun oleh penuturan ustadz-ustadz shalaf, guru ngajiku  di TPA selama bertahun-tahun. Hingga kini semua itu masih melekat kuat dalam sanubariku. Apakah aku salah dengan kebingunganku memahami filsafat ke-Tuhanan?

Awalku masuk di IMM, aku ingin menemukan pencerahan kembali dalam hidupku. Tapi kenapa malah membuatku bingung? pusing? Bahkan kecewa. Apa yang membuat mereka bertahan? Apa yang melatarbelakangi gerakan ini? Apa tujuannya? Mengapa demikian? Begini? Begitu? Bla… bla.. bla…na..na..na..na..

Dalam perjalananku ber-IMM,, sedikit demi sedikit aku mulai mengerti meski terkadang tak se-hati. Kecewaku, bukan berarti aku meninggalkannya. Tapi aku ingin terus memahaminya dalam langkahku mengikuti jejak-jejak perjalanan mulai DAD, Follow-up DAD, beberapa kepanitiaan acara, sebagai BPH di IMM Komisariat FAI hingga kini telah demisioner. Bagaimanapun juga IMM itu bagian dari Muhammadiyah, organisasi yang sekian lama aku kagumi.

Perjalanan yang cukup menarik untuk diulas kembali ternyata. Ketika ku membuka kembali catatan-catatan perjalananku itu….... semacam ada “Ghiroh” yang berbeda. Catatan-catatan itu membuka memoriku yang lalu, kemudian berkombinasi dengan hal-hal yang baru kupahami atau kuketahui sekarang. Semacam puzzle-puzzle yang tadinya masih berserakan tak teratur kemudian kususun-susun hingga hampir membentuk suatu konsep hidup yang lebih baik.

Semua orang menginginkan berada di jalan lurus untuk slalu beriman pada-NYA, mencintai-NYA, mentaati-NYA dan tuk menggapai surga-NYA. Semua orang menginginkan hidup bahagia dunia- akherat. Ketika kita merasa berada pada sebuah jalan untuk menuju kepada-NYA. Mengarungi sebuah samudra tuk menegakkah agama-NYA. Apakah kita benar-benar telah merasa bahwa itu adalah jalan yang lurus, jalan yang Allah ridhoi? Bila memang tlah merasa, namun pernahkah kita menelisik lebih dalam apakah cara yang kita gunakan itu benar-benar memenuhi persyaratan Tuhan bahwa itu adalah jalan yang lurus?

Pertanyaan seperti itulah yang sebenarnya membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi pada duniaku. Dunia baruku saat ku menginjakkan kaki pertamaku di kampus UMY 2011 silam. Tak ada yang kuminati selain mengambil jurusan PAI saat itu. Begitupun saat ini, tak pernah ku menyesalinya.
Menjalani sebuah keniscayaan aku berada di IMM. Ikatan ini benar-benar mengikatku membujukku untuk mengerti siapa Muhammadiyah yang sebenarnya. Membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya dicari. Kemudian yang terjadi adalah saya benar-benar mengaguminya. Saya jatuh cinta dengan caranya membumikan surat Al-Ma’un. Namanya begitu besar. Saya bersyukur bisa berada di UMY, bertemu dengan para pejuang-pejuang tangguh di IMM. Dari mereka aku belajar. Belajar untuk menjadi pembelajar sejati. Mereka memperkenalkan kepadaku tentang sikap terbuka, mengajariku tentang filsafat, mengajariku tentang perjuangan, tentang hidup sekali tapi belajar sampai mati, dan mengajariku bahwa dunia dakwah itulah muara realisasi dari segala ilmu.

IMM itu suatu organisasi pergerakan Muhammadiyah yang paling keren yang pernah mewarnai hariku. Disaat aku merasa tak berarti, merasa tak mampu menikmati duniaku sebagai mahasiswa, karena merasa harus bertanggung jawab juga sebagai aktivis rumahan ”IMM-lah yang membuatku merasa menjadi mahasiswa yang sebenarnya, sebagai aktivis kampus!”. Ada bingung dan marah saat awal mengenalnya, namun hal itulah yang membuat kita mencari untuk lebih tau lagi. Lewat mimpi-mimpi yang dirangkai bersama-sama dengan satu tujuan kejayaan yang sama bersama teman-teman perlahan aku mengerti. Lewat buku-buku bacaan tentang makna perubahan dan pembaharuan yang membuatku serasa lebih hidup berarti perlahan aku memahami.

Pergerakan ini adalah ladang ilmu, ladang amal, ladang ukhuwah. Bahkan, culture intelektual yang dibangun keren. Ada MIM, ada Trapol, ada MKM, ada sekolah Immawati, ada MPR, ada KaMuZ.
    Ada Baksos, ada IMM Mengajar ini adalah upaya jenius dalam marketing pahala. Ada berbagai jenis kegiatan perkaderan, kepemimpinan dan aksi-aksi social-politik  yang tentunya merupakan upaya menjadikan kader sebagai aktor perubahan, bukan hanya penonton.
Drs. Mohammad djazman Alkindi dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa identitas IMM yaitu :
⦁     Sebagai kader, didukung oleh kualitas;
⦁    Memadukan aqidah dengan intelektualitas
⦁    Tertib dalam ibadah
⦁    Tekun belajar
⦁    Ilmu amaliah, amal ilmiah
⦁    Untuk kepentingan masyarakat
    Mengambil kalimat dari drs. Mohammad djazman Alkindi bahwa diantara identitas IMM adalah memadukan antara aqidah dan intelektual.  Demi perjuangan untuk Kejayaan islam yang selama ini dirindu, ini adalah suatu konsep luar biasa yang pengalamannya dapat kualami secara langsung di IMM.

Tak terasa hampir 3 tahun perjalananku di IMM. Pertanyaan pun muncul, apa saja yang telah ditemukan?? Bukan apa yang telah didapatkan karena dalam ber-IMM yang ada hanya mencari dan memberi. Ibarat suatu ladang, ia bisa ditanami tanaman apapun sesuai yang diinginkan, dengan pupuk dan air yang harus disiramkan setiap hari. Tanaman tumbuh berkembang dan bergerak sesuai dengan tingkat kemauannya untuk mencari cahaya. Ibarat pohon di tengah hutan, semakin cepat tumbuh semakin besar kesempatannya untuk melihat matahari dan semakin banyak buah yang dihasilkan untuk bermanfaat bagi yang lain.
Alhamdulillah purna sudah kiprahku di IMM. aku tak ingin melanjutkannya lagi, karena masih banyak agenda menanti sebagai aktivis "rumahan". Sebab kefokusan dalam pencapaian sebuah target terkadang harus sedikit egois. maafkan aku kawan... kurasa, kalian sudah cukup luar biasa untuk memberi warna di IMM, untuk berjuang di sana tanpaku. aku melihat, mendengar dan mendukungmu tapi tak harus berada di garda terdepan bukan?.. ku pikir IMM merupakan kawasan orang-orang luar daerah sendiri untuk melanjutkan dan mengukir mimpi di IMM.

Namun kawan,, sebenarnya kita sama-sama berjuang hanya ada di tempat yang berbeda dan dalam hal yang berbeda pula. Meski jarak memisahkan kita, namun aku dan kita harus selalu mengingat tentang ABADI PERJUANGAN. Bahwa ketika demisioner sejatinya "amanah" sedang nyata ada di hadapan. Dan se-bagaimanapun kamu hidup di kampus, akhirnya di kampung pula kamu harus mengabdikan diri.

Jangan membunuh keingintahuan. Jangan membunuh rasa rindu. Karena dengan tau dan rindu, Kamu akan mengerti. Bagaimana kamu memanfaatkan waktumu. Dan inilah aku,, yang selalu merindukan Tuhan-ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar