Jumat, 19 Desember 2014

Perjalananku dalam ber-IMM

Kepalaku penat. Berputar-putar tak jelas arahnya. Sore itu, dikala siluet senja malu-malu menampakkan sinarnya. Hujan tlah reda, namun mendung masih menyelimuti langit. Semendung hatiku yang sedang parau. Ku duduk diantara mareka, para pembawa perubahan negeri ini pada acara lanjutan dari pada perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Follow-up DAD). Dari 50-an kader yang telah meng-ikrarkan janji, pada sore itu pengkaderan terlihat sangat kacau. Tak lebih dari 10 kader saja yang hadir. Sekacau pikiranku yang masih meraba-raba apa arti dari semua pengkaderan ini. Memikirkan suatu materi yang masih saja terasa asing bagiku, filsafat ke-Tuhan-an. 

Pemateri memaparkan suguhan realitas alam semesta, Allah, dan manusia. Menganalogikan adanya Tuhan dengan tentang adanya suatu benda. Kemudian konsep “Manunggaling kawula gusti”. Aku Pusing! Aku Tak Paham!. Pertanyaan demi pertanyaan dariku bertubi-tubi menghampiri sang pemateri. Dengan penuh kesabaran, ia menjawab semua pertanyaanku. Namun semakin aku bertanya semakin aku tak mengerti. Teman-temanku menertawakanku. “Sudahlah. Jangan bertanya lagi, anggap saja sudah paham”katanya. Hingga pada suatu pertanyaanku pemateri merasa kualahan untuk menjawabnya. Ia pun pamit menuju toilet.
“Hey, sudahlah. Kasihan kan pematerinya” Bisik salah seorang dari temanku. Aku hanya bisa tersenyum dengan sunggingan yang sedikit kupaksakan. Temanku pun melanjutkan celotehnya dengan yang lain. Entah membahas tentang apa yang membuat mereka terlihat “bahagia”, ketawa-ketiwi. Entahlah. Aku sedang tidak mood untuk bergurau.

Pikiranku melayang. Pandanganku menerawang ke langit-langit lantai dasar masjid kampus baruku ini. Aku hanyalah seorang anak manusia yang sama halnya dengan anak-anak muslim lainnya dari kampung biasa. Pernah mengalami masa-masa menjadi santri TPA. Pemikiranku tentang ke-haram-an ilmu filsafat ke-Tuhanan terbangun oleh penuturan ustadz-ustadz shalaf, guru ngajiku  di TPA selama bertahun-tahun. Hingga kini semua itu masih melekat kuat dalam sanubariku. Apakah aku salah dengan kebingunganku memahami filsafat ke-Tuhanan?

Awalku masuk di IMM, aku ingin menemukan pencerahan kembali dalam hidupku. Tapi kenapa malah membuatku bingung? pusing? Bahkan kecewa. Apa yang membuat mereka bertahan? Apa yang melatarbelakangi gerakan ini? Apa tujuannya? Mengapa demikian? Begini? Begitu? Bla… bla.. bla…na..na..na..na..

Dalam perjalananku ber-IMM,, sedikit demi sedikit aku mulai mengerti meski terkadang tak se-hati. Kecewaku, bukan berarti aku meninggalkannya. Tapi aku ingin terus memahaminya dalam langkahku mengikuti jejak-jejak perjalanan mulai DAD, Follow-up DAD, beberapa kepanitiaan acara, sebagai BPH di IMM Komisariat FAI hingga kini telah demisioner. Bagaimanapun juga IMM itu bagian dari Muhammadiyah, organisasi yang sekian lama aku kagumi.

Perjalanan yang cukup menarik untuk diulas kembali ternyata. Ketika ku membuka kembali catatan-catatan perjalananku itu….... semacam ada “Ghiroh” yang berbeda. Catatan-catatan itu membuka memoriku yang lalu, kemudian berkombinasi dengan hal-hal yang baru kupahami atau kuketahui sekarang. Semacam puzzle-puzzle yang tadinya masih berserakan tak teratur kemudian kususun-susun hingga hampir membentuk suatu konsep hidup yang lebih baik.

Semua orang menginginkan berada di jalan lurus untuk slalu beriman pada-NYA, mencintai-NYA, mentaati-NYA dan tuk menggapai surga-NYA. Semua orang menginginkan hidup bahagia dunia- akherat. Ketika kita merasa berada pada sebuah jalan untuk menuju kepada-NYA. Mengarungi sebuah samudra tuk menegakkah agama-NYA. Apakah kita benar-benar telah merasa bahwa itu adalah jalan yang lurus, jalan yang Allah ridhoi? Bila memang tlah merasa, namun pernahkah kita menelisik lebih dalam apakah cara yang kita gunakan itu benar-benar memenuhi persyaratan Tuhan bahwa itu adalah jalan yang lurus?

Pertanyaan seperti itulah yang sebenarnya membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi pada duniaku. Dunia baruku saat ku menginjakkan kaki pertamaku di kampus UMY 2011 silam. Tak ada yang kuminati selain mengambil jurusan PAI saat itu. Begitupun saat ini, tak pernah ku menyesalinya.
Menjalani sebuah keniscayaan aku berada di IMM. Ikatan ini benar-benar mengikatku membujukku untuk mengerti siapa Muhammadiyah yang sebenarnya. Membawaku untuk menelusuri lebih dalam apa yang sebenarnya dicari. Kemudian yang terjadi adalah saya benar-benar mengaguminya. Saya jatuh cinta dengan caranya membumikan surat Al-Ma’un. Namanya begitu besar. Saya bersyukur bisa berada di UMY, bertemu dengan para pejuang-pejuang tangguh di IMM. Dari mereka aku belajar. Belajar untuk menjadi pembelajar sejati. Mereka memperkenalkan kepadaku tentang sikap terbuka, mengajariku tentang filsafat, mengajariku tentang perjuangan, tentang hidup sekali tapi belajar sampai mati, dan mengajariku bahwa dunia dakwah itulah muara realisasi dari segala ilmu.

IMM itu suatu organisasi pergerakan Muhammadiyah yang paling keren yang pernah mewarnai hariku. Disaat aku merasa tak berarti, merasa tak mampu menikmati duniaku sebagai mahasiswa, karena merasa harus bertanggung jawab juga sebagai aktivis rumahan ”IMM-lah yang membuatku merasa menjadi mahasiswa yang sebenarnya, sebagai aktivis kampus!”. Ada bingung dan marah saat awal mengenalnya, namun hal itulah yang membuat kita mencari untuk lebih tau lagi. Lewat mimpi-mimpi yang dirangkai bersama-sama dengan satu tujuan kejayaan yang sama bersama teman-teman perlahan aku mengerti. Lewat buku-buku bacaan tentang makna perubahan dan pembaharuan yang membuatku serasa lebih hidup berarti perlahan aku memahami.

Pergerakan ini adalah ladang ilmu, ladang amal, ladang ukhuwah. Bahkan, culture intelektual yang dibangun keren. Ada MIM, ada Trapol, ada MKM, ada sekolah Immawati, ada MPR, ada KaMuZ.
    Ada Baksos, ada IMM Mengajar ini adalah upaya jenius dalam marketing pahala. Ada berbagai jenis kegiatan perkaderan, kepemimpinan dan aksi-aksi social-politik  yang tentunya merupakan upaya menjadikan kader sebagai aktor perubahan, bukan hanya penonton.
Drs. Mohammad djazman Alkindi dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa identitas IMM yaitu :
⦁     Sebagai kader, didukung oleh kualitas;
⦁    Memadukan aqidah dengan intelektualitas
⦁    Tertib dalam ibadah
⦁    Tekun belajar
⦁    Ilmu amaliah, amal ilmiah
⦁    Untuk kepentingan masyarakat
    Mengambil kalimat dari drs. Mohammad djazman Alkindi bahwa diantara identitas IMM adalah memadukan antara aqidah dan intelektual.  Demi perjuangan untuk Kejayaan islam yang selama ini dirindu, ini adalah suatu konsep luar biasa yang pengalamannya dapat kualami secara langsung di IMM.

Tak terasa hampir 3 tahun perjalananku di IMM. Pertanyaan pun muncul, apa saja yang telah ditemukan?? Bukan apa yang telah didapatkan karena dalam ber-IMM yang ada hanya mencari dan memberi. Ibarat suatu ladang, ia bisa ditanami tanaman apapun sesuai yang diinginkan, dengan pupuk dan air yang harus disiramkan setiap hari. Tanaman tumbuh berkembang dan bergerak sesuai dengan tingkat kemauannya untuk mencari cahaya. Ibarat pohon di tengah hutan, semakin cepat tumbuh semakin besar kesempatannya untuk melihat matahari dan semakin banyak buah yang dihasilkan untuk bermanfaat bagi yang lain.
Alhamdulillah purna sudah kiprahku di IMM. aku tak ingin melanjutkannya lagi, karena masih banyak agenda menanti sebagai aktivis "rumahan". Sebab kefokusan dalam pencapaian sebuah target terkadang harus sedikit egois. maafkan aku kawan... kurasa, kalian sudah cukup luar biasa untuk memberi warna di IMM, untuk berjuang di sana tanpaku. aku melihat, mendengar dan mendukungmu tapi tak harus berada di garda terdepan bukan?.. ku pikir IMM merupakan kawasan orang-orang luar daerah sendiri untuk melanjutkan dan mengukir mimpi di IMM.

Namun kawan,, sebenarnya kita sama-sama berjuang hanya ada di tempat yang berbeda dan dalam hal yang berbeda pula. Meski jarak memisahkan kita, namun aku dan kita harus selalu mengingat tentang ABADI PERJUANGAN. Bahwa ketika demisioner sejatinya "amanah" sedang nyata ada di hadapan. Dan se-bagaimanapun kamu hidup di kampus, akhirnya di kampung pula kamu harus mengabdikan diri.

Jangan membunuh keingintahuan. Jangan membunuh rasa rindu. Karena dengan tau dan rindu, Kamu akan mengerti. Bagaimana kamu memanfaatkan waktumu. Dan inilah aku,, yang selalu merindukan Tuhan-ku.

"Komplikasi"

Sebuah ayat pengantar …. 
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada
 (QS. Al-Hajj :46)

                                                                          “Komplikasi”


“Tanah air adalah sebuah proyek yang kita tempuh bersama-sama, kau dan aku. Sebuah kemungkinan yang menyisngsing, sebuah cita-cita yang digayuh generasi demi generasi, sebuah impian yang kita jalani dengan tungkai kaki yang kadang capek dan kesadaran yang kadang tanpa focus. Tanah air adalah sebuah ruang masa kini yang kita arungi, karena ada harapan untuk kita kelak”(Goenawan Mohammad)

Kata Panji, masyarakat Indonesia itu bila ditawari antara uang atau pendidikan, kebanyakan akan memilih uang karena kebutuhan mendesak mereka itu uang.
Pembeli : “Bang beras 5 kilo berapa harganya Bang?
Penjual : “Tergantung..”
Pembeli : “Tergantung apa bang?”
Penjual : “Siapa Bapak Pendidikan di Indonesia?”
Bukankah ilustrasi diatas suatu hal yang mustahil?? Tentu membeli dengan uang bukan dengan Pendidikan. Masyarakat memang lebih mudah memahami dengan hal-hal yang bersifat kongrit dan langsung seperti uang, bukan dengan pendidikan. Namun yang tak masyarakat pahami bahwa dengan pendidikan seseorang dapat menghasilkan uang yang lebih dari pada harga 5 kilo beras atau bahkan berapapun uang yang ditawarkan. Bukankah begitu kawan?

Suatu ketika di senin pagi yang cerah, seperti biasa saya mengantar adik ke sekolah. Di perjalanan, saya melihat si alif kecil tengah berjualan Koran di lampu merah. Bukan hanya karena saya membutuhkan koran itu lalu saya tertarik untuk membeli, namun ini masalah nurani. Seandainya waktu lampu merah itu lebih lama saya ingin menanyakan banyak hal mengapa ia tak sekolah? Seandainya  waktu itu saya tidak harus bergegas ke kampus, saya ingin mengajari atau memberikan dukungan padanya untuk bersekolah. Seandainya saya punya banyak uang, saya ingin membeli semua korannya dan mengantarkannya ke sekolah. Pemandangan seperti itu tak hanya  1 atau 2. Ada jutaan alif kecil di negeri ini yang membutuhkan tangan-tangan dermawan untuk membantunya

Setiap hari saya melaju dari rumah ke kampus selama kurang lebih 20 menit. Di perjalanan, saya sering mengamati perubahan-perubahan di sekitar. Paling suka saya melihat pemandangan sawah. Saya memang orang desa, namun pemandangan yang paling disukai dari dulu sampai sekarang tetap sama, Sawah. Dan kini, sawah-sawah semakin lama semakin habis diganti oleh pemandangan beton-beton raksasa. Kompleks perumahan mewah milik para pejabat Negara dan perumahan toko yang mematikan perekonomian pasar masyarakat kecil. Mungkin memang menanam beton lebih cepat menghasilkan uang daripada menanam padi. Namun bukankah mereka bisa menanam beton karena makan padi??. Bukankah padi adalah kebutuhan primer masyarakat? Bagaimana hal yang primer dihancurkan oleh hal sekunder? Kenapa pemerintah tak memperhatikan sawah-sawahku??… Kudengar, Indonesia Impor Beras…*Ironis.

Padahal seingatku waktu SD pelajaran IPA mengatakan Indonesia adalah negara Agraris dan Maritim. Padahal seingatku waktu SMP pelajaran Geografi mengatakan Indonesia dilewati garis khatulistiwa. Padahal katanya Indonesia Negara paling kaya SDA-nya sampai-sampai sebuah lagu didendangkan “Bukan lautan, hanya kolam susu… kail dan jala cukup menghidupimu…, tiada topan tiada badai kau temui… ikan dan udang menghampiri dirimu. orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga. Kail dan jala cukup menghidupimu..” benarkah semua itu??

Suatu ketika saya mendengar kabar dari tetangga, oh ternyata teman semasa kecil saya dulu tengah hamil. Namun, tak tau siapa ayahnya. Tetangga saya yang lain juga, tengah dicari-cari keluarganya karena telah berbulan-bulan tak pulang. Kabarnya tengah bekerja sebagai pelayan laki-laki hidung belang. Awalnya saya tak percaya, namun beberapa hari kemudian saya sering berpas-pasan dengan mereka tengah mengenakan pakaian sangat seksi dan berdandan menor. Beberapa bulan kemudian saya melihat keduanya berboncengan, dengan menggendong seorang bayi.  Astaghfirullohal’adzim. Selanjutnya saya benar-benar mendapatkan cerita dari keluarganya sendiri. Padahal mereka teman-teman semasa kecil saya. Analisis yang paling bisa diketahui secara kasat mata, karena masalah ekonomi dan salah gaul. Bagaimana perasaanmu kawan bila melihat kenyataan pahit ada di depan mata kepalamu sendiri??

Sewaktu SMA saya mengikuti kegiatan KRR (Kesehatan Reprosuksi Remaja). Dalam beberapa waktu saya mengikuti event KRR se-Jogja. Betapa tertegun dan terkejutnya saya saat itu, melihat kenyataan daerah sendiri tengah terjangkit penyakit kritis “Krisis moral”. Narkoba, HIV/ Aids, Seks bebas. Bahkan bukan hanya dengan lain jenis, namun sesama jenis. Na’udzubillah.

Di sisi lain saya mendengar saat hari peduli HIV/Aids sedunia kemarin, di sebuah universitas  disarankan untuk memakai kondom, bahkan ada acara bagi-bagi alat itu secara Cuma-Cuma. Hei! seharusnya disarankan untuk melakukan dengan orang yang halal baginya, bukan tentang memakai alat pengaman itu? Bukankah awal kehancuran kaum nabi Luth dan kota pompei yang ditenggelamkan namun jasad dan kotanya masih abadi itu karena kebebasan dalam melakukan hubungan seks dan dengan hubungan sesama jenisnya??

Saya termasuk orang yang kagum pada kerukunan di Negara ini. Bhineka tunggal ika. Bila dibandingkan dengan Israel dan palestina, ataupun yang lainnya seharusnya kita bersyukur. Namun akhir-akhir ini saya meragukannya,, dalam sebuah artikel DW Indonesia disebutkan bahwa Konflik agama di seluruh dunia mencapai tingkat tertinggi dalam enam tahun terakhir, demikian hasil studi terbaru. Indonesia termasuk negara yg paling menderita akibat konflik agama
Kemarin saya mendengar ada pertikaian sengit antar golongan. Sampai-sampai jenazah seseorang tak dikuburkan akibat dari pertikaian itu. Apakah hanya karena perbedaan kemudian menghiraukan sisi kemanusiaan?. Di belahan tetangga lain, ada seorang ahli agama. Ia sering mengaji kesana kemari, pakaiannya syar’I luar biasa, namun ia tak pernah ikut ngurus masjid, apalagi TPA. Boro-boro berdakwah, menyapa tetangga saja jarang-jarang. Saya sering heran, se-individualis itukah?? Di belahan daerah lainnya pertikaian adu mulut sampai membuat ricuh antar desa karena perbedaan paham agama.
Terdengar ada pujian dari seorang menlu Italia, Franco Frattini  mengatakan “Indonesia bagaikan ‘Laboratorium antar Umat Beragama’ ”. Benarkah pujian itu??


Bagaimana dengan kita??
Kita dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang sama. Mulai dari ekonomi, social, moral, pendidikan, politik, budaya, agama, Negara. Hanya perhatian dan pengalaman hidup yang berbeda membuat pandangan yang tak sama. Namun sejatinya kita sama. Bahwa sama-sama berusaha untuk memecahkan segala permasalahan menuju sebuah kesejahteraan hidup bersama. Namun sayang, kita yang juga sama mendambakan kedamaian tak selalu berdamai pada diri dan orang lain untuk membuat jalan damai dalam memecahkan permasalahan. Bukan karena tak inginkan kedamaian, namun lebih tepatnya karena sifat ego dan nafsu diri yang tak terkendali membuat lupa akan nurani sehingga menjadi tak murni lagi.
“Lihat kawan..negara lain sudah menginjak Bulan! Bagaimana dengan Negara kita? Kenapa masih memperdebatkan untuk ‘mengintip  bulan’?!” 

Betapa “berat”nya beras, Betapa Kritisnya penyakit “Krisis Moral”,, Betapa..Oh Betapa… negeri ini telah terjangkit penyakit “Komplikasi” yang akut. Namun, apa yang telah kita lakukan??
Beruntung kawan,, kita berada pada sebuah pergerakan yang mendukung penuh untuk terus maju dan turut memajukan Negeri dengan membawa konsep islam sebagai Rahmatanlil’alamin. Saya sangat senang menjadi bagian dari keluarga besar ini, intelektual culture yang dibangun begitu keren. Diskusi, membaca buku dan mejelis-majelis ilmu. Kapan lagi kita akan merasakan iklim ilmu seperti itu,, selain di IMM? Kawan,, bagi kalian yang masih berkecimpung disana, manfaatkanlah waktumu sebaik mungkin untuk menggali dan terus menggali apa yang ingin diketahui. Karena pada akhirnya agenda kita adalah sama, tentang membuat solusi di tengah “gila”nya zaman.  Tentang memperbaiki penyakit  “Komplikasi”nya negeri ini mulai dari hal-hal terkecil yang bisa kita lakukan.

Apabila kamu mengatakan, kita harus ber”Fastabiqulkhairat” berlomba-lombalah dalam kebaikan,, “kebaikan” menurut siapa? Menurut kita sebagai sesama manusia atau menurut Dia Sang pencipta??.  Apakah jalan yang tengah kita tempuh sudah sesuai dengan cara menurut keridhoan-Nya sehingga layak disebut sebagai Shiraatalmustaqin?? 
Apabila kamu mengatakan kita harus “Menggapai kebahagiaan dunia akherat” . Namun adakah bahagia kita juga bahagia mereka saudara-saudari kita se-iman sehingga bahagia kita layak dipertanggungjawabkan di-hadapan-Nya untuk membawa bahagia pula di akherat??

So,, abadi perjuangan! Apabila telah menimang “demisioner” sejatinya perjuangan yang lebih nyata ada dihadapan. Kata pak Ahmad Dahlan “hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

“Proses adalah kenikmatan yang luar biasa ketika kita mampu bersyukur dengan jalan yang harus di tempuh, menapaki jejak-jejak mimpi bahagia tanpa batas”
“Jangan membunuh keingintahuan. Jangan membunuh rasa rindu. Karena dengan tau dan rindu, Kamu akan mengerti. Bagaimana kamu memanfaatkan waktumu. Dan inilah aku,, yang selalu merindukan-NYA”
“Keniscayaan ilmu berada pada jiwa-jiwa yang berteduh pada naungan Sang Maha Ilmu”
  (anja-pena)

Guru atau Pengusaha ?

"Pengalaman yang sangat berharga dalam mengajar itu tak bisa dibeli!" begitu kalimat yang aku resapi dari Pak Human selaku kepala sekolah sma muhiba ketika acara penutupan ppl kemarin. Sungguh mengharukan,, rasanya ingin sekali menyalami beliau, mencium tangan beliau penuh hormat dan mengucapkan kata "trimakasih" sedalam-dalamnya. Namun enggan, kesempatan tak datang padaku untuk melakukannya. terlalu malu rasanya.

kembali aku merekam berbagai ulah siswa di kelas dan tingkah mereka yang parah, keluhan guru2 tentang mereka dan kemarahan guru saat memberi sanksi kepada mereka di kantor. bolos, terlambat, kabur dari kelas saat pelajaran, tidur di kelas, tak memperhatikan guru serta tak mau mengerjakan tugas. dibalik rekaman di otakku yang merasa "prihatin" dengan kondisi siswa-siswi sma muhiba. ternyata menyimpan pengalaman luar biasa yang sungguh benar kata pak Human,, tak bisa dibeli!

Guru. tugas Guru sungguh berat. bayangkan saja,, guru yang sudah puluhan tahun mengajar saja masih kesulitan untuk bisa mengkondisikan kelas. sebab beragamnya sifat dan sikap siswa yang dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin canggih turut membuat guru kalang kabut memahami kemauan siswa. seperti yang pernah ku katakan bahwa "menaklukkan hati siswa" akan terus menjadi pr guru sepanjang masa.. sebab guru-lah yang banyak dituntut untuk mengerti siswa-siswinya agar pembelajaran berjalan dengan lancar.

Guru yang banyak dituntut untuk dapat mengemban amanah "mencerdaskan kehidupan bangsa" ini memang membuat Guru sangat diperhatikan oleh pemerintah. namun kata "perhatian" dari pemerintah ini masih perlu dipertanyakan. sebab pemerintah justru lebih suka memperhatikan gaji anggota DPR yang sering korupsi, tidur dan rusuh saat rapat dari pada gaji guru yang selalu berkorban demi anak-anak calon pemimpin bangsa ini.

Guru..oh Guru. meski ia selalu dibingungkan oleh kemauan pemerintah baik tentang kurikulum mupun kebijakan2 pendidikan lainnya, namun guru tak pernah protes, mengeluh apalagi demo. guru tetaplah guru yang digugu dan ditiru.

saat seorang kawanku memanggilku dengan kata "Bu Guru" ,,aku merenung dan merenung. pantaskah aku dipanggil demikian?. aku sendiri masih galau antara jadi guru atau pengusaha. namun kemauan orang tuaku bulat. aku harus jadi guru. namun dengan seabreg pr guru dan amanah2nya yang tak mudah membuatku berfikir...tak bisalah dibarengi dengan berwirausaha. sebab aku kalo jadi guru aku ingin harus profesional. apalagi aku guru pai. pertanggungjawabannya sampai ke akherat...belum lagi kursus bahasa arab dan mencicipi dunia pesantren yang seharusnya aku lakoni jika aku menginginkan jadi guru pai yang profesional. ditambah dengan fluktuasi imanku yg naik turun ini....mungkinkah dan bisakah panggilan "Bu Guru" ini bukan hanya sekedar formalitas belaka??

usiaku kini sudah menginjak 22 tahun. bukan cukup muda lagi untuk seorang gadis. aku juga butuh dan harus mempersiapkan diri tuk menjadi calon ibu yang baik buat anak-anakku kelak. dengan begitu,, eh. iya ya,, bukankah dengan begitu... menjadi seorang guru itu merupakan sebuah keniscayaan. mau tak mau,, aku harus menjadi seorang guru pula bagi anak-anakku kelak. kemudian untuk mempersiapkannya juga butuh proses,,. lantas ketika aku memutuskan untuk menjadi seorang pengusaha dan enggan menjadi guru. bukankah sama saja,, aku juga harus mempersiapkan diri untuk menjadi seorang guru. toh,, ga mungkin juga ketika aku hidup di masyarakat lalu meninggalkan jalan dakwah yang memang sudah menjadi keniscayaan bagiku??

lalu kenapa aku sekarang harus galau untuk menentukan pilihan jadi guru atau pengusaha? bukankah dua-duanya adalah peng"usaha" yang meng"usaha"kan "usaha"nya untuk menjadi hamba Allah yang baik. jika demikian,, Jalani saja..!! jalani apa yang ada dihadapanku.. semampuku.. sembari bertawakal pada Allah. hidup, rejeki, jodoh, mati sudah ditentukan oleh-NYA. kita sebagai hamba hanya berkewajiban untuk menjemputnya dengan usaha dan doa.  Jangan lupa untuk meminta restu sama kedua orang tua dan bertarget.

pertama, yang harus kulakukan sekarang adalah... memperbaiki hubunganku dengan Allah. kemudian menyelesaikan segala perkara dengan sesama manusia... perbaikilah silaturahimku dengan setiap orang yang ku kenal. termasuk masalah badko, hmj, nengok utii*, berkunjung ke rumah sahabat, melunasi segala hutang, dan menyelesaikan segala hal yang tampak mengganjal di hati.

memperbaiki hubunganku dengan lingkungan, keluarga dan merawat rumah ini agar menjadi rumahku..surgaku...
yang paling penting.. memperbaiki hubungan diri dengan diri sendiri. berdamai dengan masalalu, disiplin, bersyukur dan bersemangat. tak ada yang menakutkan di dunia ini, karena yang kutakutkan adalah Allah.. yang kutakutkan adalah ketika aku jauh dari-NYA.  tak ada yang ditakutkan di dunia ini kecuali hanya sikap dan sifat diri sendiri.

*)tulisan ini kubuat setelah dari muhiba pada tanggal 5 Desember 2014 sebelum uti meninggal.    Astaghfirullohala'dzim.....

Senin, 15 Desember 2014

Antara Masalah Kurikulum 2013 dan“Bhineka Tunggal Ika” ?

Mendengar hiruk pikuk pergantian pembatalan kurikulum 2013,, jadi teringat celoteh yang pernah saya tulis beberapa bulan yang lalu saat Muhammad Nuh masih menjabat. Mungkin celoteh ini pernah dibaca oleh pak Anis Baswedan*hahaha. Berikut celoteh saya:

Antara Masalah Kurikulum 2013 dan“Bhineka Tunggal Ika” ?

Gonta-ganti kurikulum sudah menjadi masalah klasik pendidikan di Indonesia. Seharusnya, bukan menjadi masalah tapi ini menjadi kemajuan pendidikan di Indonesia, karena memang zaman berubah, dunia berubah, begitupun kurikulum yang memang seharusnya dinamis mengikuti perkembangan zaman. Wajarlah, kurikulum berubah. Namun, realitasnya kurikulum masih “istiqomah” menjadi permasalahan yang tiada usainya. Bagaimana tidak, untuk seukuran negara kita yang Bhineka tunggal Ika gonta-gantinya kurikulum kita ini keterlaluan.

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para pengajar dan siswa sendiri.

Masalah kurikulum 2013 ini, seperti membuat Indonesia tak lagi disebut sebagai “Bhineka Tunggal Ika”. Seakan-akan gonta-gantinya kurikulum kita ini tidak mentolerir kebhinekaan dan terlalu “dipaksakan” untuk tunggal ika. Energi yang dibutuhkan untuk mensosialisasikan kurikulum sebelumnya saja masih belum pulih, sudah diganti kurikulum baru yang butuh waktu yang tak sedikit untuk mensosialisasikannya kembali. Bukan pekerjaan yang gampang untuk menyesuaikan kurikulum dengan keadaan di lapangan pendidikan di Indonesia yang super beragam. Bukankah seharusnya kurikulum yang mampu memahami kebinekaragaman negara sendiri, bukan malah memaksakannya menjadi sesuai sama rata dengan satu kurikulum 2013 tersebut.

Metrotvnews.com, Jakarta: Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memantau pelatihan guru dan persiapan implementasi Kurikulum 2013 di 17 kabupaten/kota dari 10 provinsi di Tanah Air. Hasilnya, kegagalan sistemik pelatihan guru dan sejumlah masalah krusial implementasi Kurikulum 2013 ditemukan. "Perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, butuh waktu bertahun-tahun. Padahal Kurikulum 2013 akan dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Perubahan itu dilakukan dengan mendorong guru untuk terus belajar," kata Sekjen FSGI, Retno Listyarti.
   
Kurikulum diganti secara serta merta. Dalam “tempo yang sesingkat-singkatnya” seperti proklamasi. Sehingga menimbulkan kekagetan bagi para pelaku pendidikan seperti para kepala sekolah, para guru, dan para siswa. Kurikulum 2013 hingga kini masih belum jelas kapan diterapkannya. Ada sekolah yang sudah menerapkan, ada yang belum. Hilir mudik sosialisasi tentang kurikulum 2013 masih berserakan disana-sini. Buku-buku kurikulum 2013 masih dalam masa penyusunan, percetakan dan pendistribusian. Hey! Ini sudah tahun 2014. Bila tidak siap diterapkan di tahun 2013, kenapa tidak diganti saja dengan “kurikulum 2014” atau bahkan mungkin kurikulum “2015, 2016, atau 2017” ?. Singkat cerita, kurikulum kita ini memang kurang persiapan.

Berkaca pada Negara yang lebih maju dari Indonesia, seperti Inggris. Tahap sosialisasi untuk perubahan kurikulum 2014 telah di-online-kan sejak 2011. Tujuannya, bahan-bahan yang telah disusun memperoleh tanggapan public dan para praktisi pendidikan dapat mempersiapkan diri. Sekolah juga memiliki kesiapan yang relative cukup untuk menyiapkan sarana dan prasarana. Idealnya, sebelum masukan (peer review) tetang hal-hal yang perlu antisipasi. Dengan demikian kurikulum di Indonesia terlihat sangat sentralistik dan serba tergesa-gesa (KR)

Seharusnya pemerintah Indonesia lebih memperhatikan kesiapan lapangan sebelum kurikulum diganti. Evaluasi yang signifikan dan persiapan yang matang. Bukan dengan cara yang terkesan dipaksa untuk berganti. Kurikulum seperti hanya dievaluasi para pengampu kebijakan tanpa mendengarkan celoteh kesusahan di lapangan yang beragam kemudian diakhiri dengan kesimpulan “menurut hemat saya…bla.. bla.. bla..”. Lalu bergantilah kurikulum di Indonesia ini dengan “Kurikulum menurut hemat pengampu kebijakan Pemerintah”.  Sebagian orang kagum dengan konsep dan iming-imingan bila nanti kurikulum baru ini sukses, sebagian yang lain tak percaya, sebagian yang lain menganggap itu semua sebagai sampah permainan politik.
“Bhineka Tunggal Ika” masih menjadi lambang Negara kita. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua itulah Indonesia. Pro dan kontra masalah kurikulum 2013 memang masih bergema disana-sini. Namun, ketimpangan ini jangan dijadikan alasan untuk tidak menghargai kebhinekaan dan memaksakan kehendak sendiri untuk bersatu sesuai dengan kehendak kemauan sendiri.

Pada dasarnya, pemerintah perlu meninjau ulang dalam mempersiapkan kurikulum 2013 agar tidak terkesan tidak mentolerir ke-bhinekaan Negara sendiri dan dipaksa untuk menjadi kemauan tunggal, sesuai kehendak kurikulum 2013 begitu saja. Namun lebih memikirkan proses persiapan di lapangan agar kurikulum 2013 tidak menjadi momok di masyarakat.

Seharusnya tulisan ini inginnya berorientasi pada solusi. Mengingat masalah pendidikan di Indonesia yang kian kompleks, fasilitas pendidikan saja masih belum merata. Gedung-gedung sekolah sampai hari ini masih banyak yang memprihatikan. Tapi pada kenyataannya masalah berorientasi pada pemerintah. Bagaimana kita mau berbicara tentang solusi bila central problem-nya ada pada pemerintah. Kita begini, pemerintah begitu. Jadilah kita harus berbicara tentang realitas. Ujung-ujungnya tentang kritikan terhadap pemerintah kita harus angkat bicara. Mengkritisi itu memang lebih meng-asyikkan daripada pusing-pusing mikirin solusi. Dan kemudian celoteh terakhir dari tulisan saya berkata bahwa solusi yang paling tepat adalah “Jadilah Menteri Pendidikan!” haha.*Anehdot.
Kini solusi itu telah dicanangkan oleh Pak Anis Baswedan. Mungkin, beliau takut kalo nanti saya beneran maju jadi menteri pendidikan beneran*gubrag. Just Intermezo....

Rabu, 10 Desember 2014


baiklah, aku akan memulai "percakapan" dengan diri sendiri ini...
tadi aku bertemu dengan seorang kawan imm. pertanyaan yang paling menohok adalah "kenapa kamu tak mau bergabung lagi dengan kami di IMM?" lalu kujawab "daripada aku tak amanah dlm menjalaninya lebih baik aku tak menjabatnya" dia pun melanjutkan pertanyaannya yang paling nyesek "lhaa ini sekarang kamu amanah di kiai" ..."masalahnya ini bukan tawaran, tapi ditunjuk maka aku harus menunaikannya"... percakapan dilanjutkan dengan bahasan2 komsat fai dan cabang.

dari pertemuanku dengan kawanku dan ketua imm komsat fai tadi.. membekas dibenakku yang membuatku merasa terusik kembali dengan memoar diskusi dengan sahabatku dari UNS dulu tentang aktivis kampus dan masyarakat juga tentang mahasiswa sebagai konseptor atau eksekutor dan mana kedudukan yang sejatinya lebih "tinggi".

entah apa yang tengah dibincangkan oleh para aktivis imm sejawatku ketika aku memutuskan untuk tak lagi berkecimpung dalam aktivitas ke-imm-an.. aku memiliki jawaban yang logis namun entah kenapa jawaban ini masih sering dianggap sebagai "alasan",, padahal sejatinya ini adalah sebuah realisasi daripada apa yang pernah didapatkan selama menjadi kader imm...

kenapa ? karena itulah yang kurasakan. mungkin bagi para aktivis yang bukan asli Jogja, masih belum bisa memahami makna dibalik pilihan kami sebagai aktivis juga di daerah sendiri. Padahal kami sedang melanjutkan "trilogi IMM".

eksekutor atau konseptor?? mungkin ini sama artinya dengan mempertanyakan jadi pengusaha atau jadi guru?? . dan jawabannya ada pada nurani dan jiwa diri sendiri untuk memahami apa yang sedang dicari dan diinginkan. kemuadian, lakukan yang terbaik. itu saja.

masalah isu2 ttg pendidikan sekarang ini....ah. besok saja kulanjutkan. *pengen istirahat




Minggu, 30 November 2014


hay sore? hayyy tanggal 30 november.....? kau yg sll kunanti diantara 11 temanmu yg lain,,, aku merasa senang bisa melewatimu... november. bulan yang penuh dengan gejolak/geplak di hidupku. eh...tunggu. geplak? atau gejolak? kalo geplak berarti manis kalo gejolak itu berarti fluktuasi naik turun... ah . entahlah mungkin juga dua-duanya. ya kau memang bulan penuh warna dihidupku. tapi kau pula yang membuatku melewati tanggal lahirku sehingga bertambahlah 1 kepala yang terasa 'berat' bagiku.

Kadang aku berfikir. mungkinkah mental juara itu dilahirkan dan hanya orang2 yang terbiasa juara saja yang dapat sukses??

sekali lagi ku tanya sang juara itu dilahirkan atau dibentuk ? biasanya,, orang yang juara sedari kecil akan terus juara hingga kuliah...

ow,,, bukan itu ternyata. mental juara dapat dibentuk. ketika seseorang dapat mengubah sebuah rasa takut menjadi tantangan...kemudian terus berusaha menjadi Juara tanpa pernah putus asa itulah yang disebut dengan mental juara.

Mental juara tak harus sll juara,, tapi menghargai tiap prestasi,, bahkan terkecil dalam hidup untuk membuat prestasi yang lebih besar dalam hidup. so,, tiap orang adalah juara / sang pemenang. Jadi bentuklah mental juara dalam dirimu.. karena itu adalah modal untuk mengantarmu pada kemenangan sejati dalam hidup. 

*membuka mata membuka hati membuka pikiran tuk melewati desember lebih ber-SEMANGAT. Bismillah............ Semangat pagi Desember............. :)


Selasa, 25 November 2014

Balada di Hari Guru

sudah lama kutak mengotak-atik blogku yg gersang ini. ya, aku tetap si owner write adventure,, sebab biasanya aku menulis dengan pena dan kertas. nah kali ini aku ingin mengetik... dan mungkin ini dan nanti....

hayy.. Guru. apa kabarmu? masihkah gajimu bisa untuk memenuhi tank bensin sepeda motor bututmu di tanggal yang sudah mulai menua ini.....ah, Guru. pasti kenaikan BBM yang belum lama divoniskan oleh Jokowi itu cukup mengkagetkan dirimu..... ya begitulah Ru, kau sama denganku yang harus menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Tapi tentu kau lebih lapang dari padaku. sebab beberapa kali aku sempat mau nekat ikut demo menolak kenaikan BBM, namun tak jadi dan aku malah jatuh sakit. Jadilah lagu darah juang hanya kunyanyikan di atas tempat tidur. berbeda dengan kau, yang selalu "legowo" dan tak pernah mau protes. GuRu "diGuGu lan ditiRu" masih selalu melekat dari dalam sanubarimu,, sehingga kaulah warga negara yang paling dihormati siapapun juga dan paling dicintai oleh pemerintah. Namun sayang kata "cinta" dari pemerintah itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang diberikannya kepadamu. Pemerintah lebih suka mensejahterahkan anggota DPR yang kadang tidur atau rusuh saat rapat.

Saat buruh menuntut kenaikan gaji, mereka demo besar-besaran. Disaat mahasiswa geram dengan sikap pemerintah yang se-wena-wena, mahasiswa demo. hanya kau, Guru.. yang hampir tak pernah kulihat demo karena kurikulum yang terus bergonta-ganti, atau gajimu yang masih minim. Kau memang hebat guru, kau lebih memilih menjaga kewibawaan dihadapan murid-muridmu daripada harus menuntut pemerintah.


di hari yang sangat baik yang bernama hari guru ini.... aku ingin mengucapkan ribuan TRIMAKASIHKU kepada guru-guruku tercinta.... guru tk ku Ibu Anik guru sd ku.. Bu Mus yang mengajariku membaca dan menulis kalo diinget inget...Bu Musku itu dulu mirip sekali dengan Bu Mus di Laskar Pelangi...beliau memakai sepeda dan jilbab model khas Bu Mus. Kepada Bu Muji, Pak Ngalimun, Bu Sayekti, Bu Tatik seorang guru agama yang sampai sekarang masih sering menyapaku dengan "Besok menggantikan ibu kalo ibu sudah pensiun ya Nak?", Pak Jarim guru olahraga waktu sd yang sampai sekarang masih sering menyapaku lewat senyuman khas, pertanyaan tentang kabar lengkap dengan kumis khasnya ketika ku sedang menjemput adikku di sd muhammadiyah "langganan" ayahku itu. Kepada semua guru SMPku...diantaranya pak Suhas, guru sejarah yang paling ganteng dan SMAku.... Bu Darmi guru oleahraga yang sudah tua namun masih sangat energik dan semangat, pak Mul di bagian waka kesiswaan yang sering dibicarakan anak osis dan rohis karena sering ‘seret’ kalo dimintai uang sekolah untuk kepentingan organisasi tapi baik hati sebab selalu memberi nilai lebih untukku.hehe. Bu Indri... Guru Fisika yang Muslimah sangat berkesan dihatiku, apalagi sampai sekarang beliau juga masih sangat peduli pada adik2 rohisku.. sempat  mengundangku juga untuk memberi motivasi pada adik-adikku itu... oh. maaf bu Indri, kalo dulu aku tak paham-paham bagaimana menghitung bola yang di lempar dengan waktu sekian dan gerakan demikian dan lain sebagainya. tapi dulu juga saya berfikiran,, sebenarnya untuk apa menghitung bola yang di lempar atau jatuh? Pentingkah? Ah. Konyol.. masih ingat nilai ulangan fisikaku 4! haha. parah...
ha malah bernostalgia… yang jelas ucapan maaf dan trimakasih ku untuk guru-guruku begitu dalam ku kucapkan. Dengan lagu “Trimakasihku” yang super mengharukan itu. kau taukan?. Dan lagu sorry, I can’t be perfect nya simple plan kalo itu untuk ayah.. ini khusus untuk GURU. Hiks… maaf guru-guruku,, rasanya aku ingin sekali mengunjungimu dan mengobrol langsung dihadapanmu… maafkan aku yang mungkin belum sesempurna harapanmu. Hiks.. hiks.. akuh..aku tak bisa membalas semua jasa-jasamu….Guru… semua yang pernah kau berikan membuatku selalu berproses menjadi lebih dewasa hingga kini ku seperti diriku yang sekarang.

Meski aku tak secerdas dian yang selalu juara kelas dan ditrima di UGM tapi aku masih bisa berbagi ilmu dengan anak-anak tpa, berbagi ilmu dengan mahasiswa baru yang sedang wajib nyantri di kyai umy meski masih banyak yang harus ku pelajari lagi. Tapi… ku rasa dari semua yang kulakukan itu juga tak luput dari peran guru-guruku yang dulu selalu berkata bahwa dalam hidup bukan tentang kecerdasan dan iQ yang tinggi yang diperlukan, tapi pandai dalam membawa diri dan pandai bersosialisasi justru lebih penting yang dulu kukira hanya sebagai hiburan bagi orang-orang yang memiliki otak pas-pasan sepertiku ternyata….itu terbukti.

Aku justru lebih bahagia sekarang, dengan jurusanku, dengan kesibukanku, dengan hidupku. Alhamdulillah sudah semester 7. Aku sangat bersyukur dapat kuliah di UMY jurusan PAI ini guru,,, doakan aku Guru-Guruku.. agar ku dimudahkan dalam segala urusanku, agarku bisa dengan cepat dan tepat menyelesaikan skripsiku. Amiin. Agar segera juga aku bisa menyusulmu menjadi seorang GURU. Meski sekarang aku masih galau dengan pertanyaan “pantaskah?” untuk diriku sendiri….tapi aku harus memetakannya.